Pendidikan Anak Model Orang Tua Jepang Yang Harus di Contoh






Jepang terkenal sebagai negara yang masyarakat bangsanya disiplin, pekerja keras, dan mandiri. Di

 bidang ekonomi Jepang telah mencapai tingkat perekonomian tertinggi di Asia Timur. Sementara jumlah

 penduduk Jepang hanya 127 juta jiwa dan luas wilayahnya 377,962 km², jauh lebih kecil dibandingkan

 dengan Indonesia dengan jumlah penduduk 250 juta jiwa dan luas wilayah negara 1.905 million km².

 Faktanya sekarang negara Jepang mampu menguasai pasar industri di dunia, termasuk di Indonesia.

Tentu kesuksesaan jepang tidak lepas dari model pendidikan yang mereka pakai.. yuk kita intip pendidikan

anak model orang tua jepang.


Pendidikan Anak Model Orang Tua di Jepang


Dalam pandangan filosofi bangsa Jepang, anak dimaknai sebagai aset negara. Masa depan negara di atas pundak mereka, oleh karena itu pendidikan harus diorientasikan untuk kepentingan masa depan mereka. Pendidikan keluarga (preschool) oleh para orang tua dilakukan untuk mempersiapkan dan mendampingi anak memasuki sekolah. Jepang menganut sistem pendidikan wajib belajar 9 tahun, dimulai sejak usia 6 tahun. Sistem pendidikan ini tidak jauh berbeda dengan Indonesia. Selain pendidikan wajib belajar 9 tahun, di Jepang juga telah menyiapkan pendidikan anak sejak dini. Pendidikan anak usia dini di Jepang terbagi dua yaitu Youichien (di Indonesia menyebutnya sebagai Taman Kanak-Kanak (TK)) dan Hoikuen (di Indonesia menyebutnya sebagai Taman Penitipan Anak (TPA),

Model orang tua di Jepang dalam mendidik anaknya selalu menasehati anaknya, perlakukan orang lain seperti kamu ingin diperlakukan. Setiap tindakan anak akan selalu membawa akibat kepada orang lain. Jadi ia akan terbiasa mementingkan perasaan dan kepentingan orang lain lain terlebih dahulu sebelum kepentingannya sendiri 

Tradisi di Indonesia anak-anak itu dianggap makhluk usia emas ( golden age) yang tidak boleh banyak dilarang, dianggap akan menghambat perkembangan kreativitasnya. Padahal sebenarnya anak sejak usia dini harus dididik untuk memahami aturan yang ada. Seperti berikut ini pendidikan orang tua Jepang ketika terhadap anaknya agar bisa tumbuh berkembang dengan baik.


Membiasakan Disiplin 



Tradisi di Jepang, posisi ibu lebih dominan dalam mendidik anak dalam keluarga. Ibu lebih banyak menyempatkan waktunya untuk mendampingi anak sehariharinya. Tidak sedikit ibu-ibu di Jepang memilih sebagai ibu rumah tang murni di rumah, karena memilih untuk menunggui anak-anaknya di rumah atau di luar rumah. Sejak kecil anak-anak Jepang sudah diperkenalkan nilai-nilai kedisiplinan oleh orang tuanya. Misalnya, kalau di jalan tidak boleh membuang sampah di tempat sembarangan. Jika terjadi pelanggaran disiplin, orang tua tidak segan-segan menghukum anaknya, misalnya dengan cara memukul bagian tubuhnya.

 Namun jarang orang tua di Jepang menghardik anaknya karena melanggar disiplin di muka umum, setelah di rumah baru dilakukan. Itulah sebabnya anak-anak pada takut melanggar disiplin, selalu taat peraturan dan tatatertib kehidupan sehari-hari. Prinsip yang dianut dalam menanamkan kedisiplinan, mulai dari mengenalkan, membiasakan, akhirnya merasuk jadi karakter. Karakter anak di Jepang terbentuk mulai dari usia awal mengenali orang tuanya, terutama ibunya


Anak-anak diajari Berempati




masyarakat Jepang terkenal sebagai masyarakat yang sangat loyal satu sama lain. Dalam suatu keluarga terjalin suatu hubungan yang sangat mendalam dan kuat. Hubungan antar anggota keluarga pada masyrakat Jepang tidak saja berlangsung selama mereka masih hidup, tetapi setelah mereka meninggal dunia pun masih memiliki keterkaitan satu dengan lainnya. Seperti yang nampak dalam upacara Obon, yaitu upacara yang digelar untuk mendoakan arwah leluhur dengan cara berziarah, adalah bukti nyata bagaimana kuatnya hubungan antaranggota keluarga .

Pengenalan Etika

Tradisi di Jepang pengenalan etika pada anak-anak usia dini dimulai dari kehidupan di dalam keluarga, di sekolah atau pun di lingkungan masyarakat dan berjalan secara masif konsisten. Semua komponen masyarakat, baik keluarga dan sekolah, mengajarkan anak untuk beretika dan bersopan santun. Jika bermain bersama, si anak ingin meminjam mainan temannya maka harus meminta ijin terlebih dahulu. Jika diijinkan maka harus mengucapkan terima kasih. 

Setelah selesai bermain juga harus mengucapkan terima kasih lagi. Jika melakukan kesalahan baik di sengaja ataupun tidak, anak harus meminta maaf  dan temannya harus memberikan maafnya. Anak-anak tidak boleh mengambil yang bukan miliknya. Semua harus meminta ijin terlebih dahulu.

Penanaman Nilai Falsafah Gambaru 

Menurut Kamus Bahasa Jepang, doko made mo nintai shite doryoku suru (bertahan sampai kemanapun juga dan berusaha habis-habisan). Gambaru sendiri terdiri dari dua karakter, yaitu karakter "keras" dan "mengencangkan". Jadi gambaran yang bisa didapat dari paduan karakter ini adalah "mau sesusah apapun itu persoalan yang dihadapi, kita mesti keras dan terus mengencangkan diri sendiri agar kita bisa menang atas persoalan itu" Gambaru bukan hanya sekadar berjuang tanpa spirit lalu kalau ada banyak rintangan, berhenti saja. 

Sejak anak usia dini sikap Gambaru sudah ditanamkan, baik melalui pendidikan keluarga oleh orang tua di rumah maupun ketika anak-anak di sekolah. Misalnya, anak-anak dilarang memakai sandal di rumah, agar telapak kaki dapat menyentuh lantai, lebih mengutamakan cara berjalan kaki ketika bepergian, memakai baju yang tipis di musim dingin agar tidak terbiasa manja, jika hanya sedikit sakit ringan anak diajari tidak perlu membolos sekolah, tetap masuk dari pagi hingga sore, dengan alasan  anak akan kuat menghadapi masalah jika ia melawan masalahnya.sendiri.

itulah pendidikan anak model orang tua dijepang yang patuh di contoh.

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url
close