Lembaga-Lembaga Bisnis Syariah di Indonesia

Lembaga Bisnis Syariah
Lembaga Bisnis Syariah

Lembaga-Lembaga Bisnis Syariah

Berikut ini adalah lembaga-lembaga bisnis syariah yang ada di Indonesia:

Bank Muamalat Indonesia

Era perbankan syariah Di Indonesia dimulai pada 1992 dengan berdirinya Bank Mualat Indonesia (BMI) sebagai lembaga perbankan syariah yang pertama. Sejak saat itu pertumbuhan perbankan syariah ditanah air sangat singnifikan, rata-rata mencapai 70% setiap tahun pada 2005 telah hadir 3 bank umum syariah, 17 unit usaha syariah dari bank umum konvensional, dan 90 bank perkreditan syariah yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia.

 

                Pesatnya perkembangan sektor bisnis ini terutama terjadi sejak dikeluarkannya UU No. 10 Tahun 1998, yang memungkinkan para pemain di dunia perbankan untuk mengimplementasikan dual banking business.

Selain itu situasi nasional pada 1998 ketika industri perbankan nasional mengalami krisis kepercayaan dari nasabahnya sendiri, yaitu masyarakat Indonesia, turut mendorong perbankan nasional untuk terjun ke bisnis berbankan syariah sebagai salah satu upaya alternatif rehabilitiasi dunia perbankan.

                Pada posisi oktober 2005, pangsa pasar perbankan syariah di Indonesia sebesar 1,32% dari total industry perbankan nasional, dengan total asset 18,73 triliun. Sementara itu, estimase total asset perbankan syariah di dunia adalah sebesar Rp. 2000 triliun atau 200 miliar dolar AS yang berasal dari 180-200 institusi perbankan syariah di dunia. Sebagai informasi, total populasi umat muslim adalah 20% dari total populasi dunia.

                Pertumbuhan pesat perbankan sayariah baik Indonesia maupun di dunia mendorong lahirnya inisiatif-inisiatif strategis, mulai kebijakan untuk penerapan profesionalisme dibidang syariah hingga kepenerapan prinsip-prinsip syariah di dunia perbankan. Hal ini juga di tunjang oleh semakin berkembangnya komunitas masyarakat syariah Indonesia yang memacu terus inovasi dalam pengembangan produk-produk syariah yang baru.

Dalam dunia perbankan, teknologi informasi tentu memainkan peran sangat penting. Adanya ATM, SMS Center, internet banking, 2-hour hot-line merupakan kunci sukses perusahaan dalam memberikan pelayanan terbaik. Infrastruktur sebuah bank harus didukung oleh investasi teknologi informasi yang kuat. Berdasarkan surfei yang dilakukan bank Indonesia di Jawa Barat pada 2001, hal pertama yang merupakan pertimbangan konsumen dalam memilih suatu bank, baik bank konvensional ataupun bank syariah, adalah masalah aksesibilitas (accessibility).

sejak berdirinya, BMI terus-menerus mengembangkan infrastrukturnya, terutama untuk perkembangan teknologi informasi, jaringan, dan sumber daya manusia. Selain itu sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas servis beberapa aliansi strategis telah dilakukan. Di antara aliansi strategis yang dilakukan adalah bergabung dengan ATM bersama dan ATM BCA yang memungkinkan nasabah BMI untuk mengakses dilebih dari 9000 ATM di seluruh wilayah Indonesia, serta sekitar 1300 cabang kantor pos di tanah air. Hal ini tentunya akan memperluas jaringan dan mempermudah nasabah untuk mengakses BMI.

Sebagai lembaga perbankan syariah yang pertama hadir di Indonesia, BMI memiliki visi untuk menjadi bank syariah utama Indonesia, yang dominan di pasar emosional dikagumi dipasar rasional. Melalui visi ini, BMI tetap ingin menjadi pioner bagi masyarakat syariah yang ada di pasar emosional. Dengan munculnya bank-bank syariah baru di Indonesia, BMI tetap berupaya menjaga kualitasnya sehingga di percaya oleh pasar rasional.

Pada tahun 2005, oleh majalah SWA, BMI dinobatkan menjadi salah satu pemenang innovation award 2005, terutama ivovatifnya, Shar’e. inovasi produk ini sekaligus mengubah eksklusivitas produk perbankan yang formal menjadi consumer product yang bias peroleh dengan mudah dimana-mana. Misi shar’e menurut A. Riawan Amin (Dirut BMI), adalah to serve the unserved people atau melayani mereka yang belum terlayani di wilayah, sekaligus membuka pintu hijrah atau tobat bagi umat islam yang selama ini merasa terganggu karena belum bertransaksi dengan syariah (syar’e).

Untuk mencapai visinya BMI juga terus menerus berupayah untuk memperbaiki diri, terutama dalam hal kualitas sumber daya manusia. Untuk itu, dibentuklah muamalat institute, sebuah lembaga pendidikan khusus untuk karyawan BMI . di tempat ini para karyawan BMI di ajari penggunaan prinsip-prinsip syariah dalam dunia perbankan agar mereka dapat menjadi karyawan BMI yang professional dalam melakukan pekerjaannya.

Asuransi Takaful

Di lihat dari pertumbuhannya selama periode 1994-2005, perkembangan asuransi syariah sangatlah mengembirakan. Dibandingkan dengan asuransi konvensional yang hanya mencapai rata-rata 20%, perstumbuhan asuransi syariah bias mencapai rata-rata 40% dalam 5 tahun terakhir. Hal ini cukup mengambarakan bahwa peminat asuransi syariah semakin bertambah setiap tahunnya, walaupun pada akhir 2005 pangsa pasar asuransi syariah tercatat baru mencapai 1,5% dari total pasar asuransi di Indonesia.

                Melihat proses yang sangat cerah ini, takheran tiap tahun jika terutama sejak tahun 2003 banyak perusahaan asuransi konvensional yang membuka cabang syariah. Situasi ini juga didorang oleh keluarnya KMK (keputusan menteri keuangan) terbaru tahun 2003 yang mengatur regulasi asuransi syariah, serta semakin berkembangnya bank-bank syariah dan lembaga keuangan syariah lainnya di Indonesia. Selain itu, adanya otonomi daerah yang semakin kuat, tingkat kesadaran masyarakat terhadap produk-produk  asuransi yang semakin meningkat, dan juga tentunya agama islam yang dianut mayoritas penduduk Indonesia merupakan factor-faktor pendukung yang penting dalam pekembangan asuransi syariah di Indonesia.

Namun, yang menjadi kendala dalam perkembanan industry asuransi syariah ini adalah belum adanya regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah yang berupa UU Asurans. Sampai saat ini, teknis dan operasi lembaga asuransi syariah hanya diatur melalui Surat Keputusan Menteri keuangan. Penggodokan regulasi yang sedang dilakukan saat buku ini ditulis diharapkan dapat memberikan konstribusi yang signifikan sebagaimana kotribusi yang diberikan UU Perbankan tahun 1998 tentang perbankan Syariah di Indonesia.

                Sampai akhir tahun 2005, sudah ada 30 perusahaan asuransi syariah di Indonesia yang pada mulanya diprakarsi dengan berdirinya PT Syarikat Takaful Indonesia sebagai lembaga asuransi syariah pertama di Indonesia. Perusahaan asuransi syariah  yang dimaksud  antara lain, adalah Mubarokah Syariah, Tripakarta Cabang Syariah, Bumi Putera Cabang Syariah, Bringin Lige cabang  Syariah, insurance Cabang Syariah, dan lain-lain.

                PT  Syariah Takaful Indonesia dibentuk pada 24 Februari 1994 sebagai holding company dari dua keluarga (berdiri pada 25 Agustus 1994) dan PT asuransi Takaful umum ( berdiri pada 2 Juni 1995). Konsep dan filosofi yang mendasari perdirinya lembaga ini adalah bahwa segala musibah dan bencana merupakan Qahdar dan Qadar dari Allah Swt. Selain bertawakal terhadap apa yang sudah digariskan oleh Allah Swt., kita sebagai manusia juga wajib berikhtiar untuk memperkecil resiko-resiko yang mungkin akan muncul. Untuk itu, Takaful sebagai asuransi Syariah yang berdasarkan pada konsep tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan, menjadi semua anggotanya sebagai suatu keluarga besar untuk saling melindungi dan menanggung resiko dari segi keuangan yang terjadi di antara mereka.

                Seperti yang berlaku pada lembaga keuangan perbakan Syariah, teknologi informasi memegang peranan penting dalam bisnis asurasi Syariah Takaful. Teknologi informasi sangat menunjang servis yang diberikan dan juga dapat memberikan informasi yang akurat, transpan, dan up to date terdapat proses penyelesaian suatu klaim.

                Asurasni Takaful Indonesia mempunyai visi sebagai lembaga keuangan yang konsisten mejalankan transaksi keuangan secara islami. Operasional perusahaan dilaksanakan atas dasar prinsip-prinsip Syariah yang bertujuan memberikan fasilitas dan layanan terbaik pelayanan terbaik bagi umat islam khususnya dan masyarakat umumnya. Selain itu, asuransi Takaful Indonesia juga mempunyai tujuan sebagai lembaga keuangan Syariah yang memberikan pelayanan terbaik, amanah, dan provisional kepada umat islam dan bangsa Indonesia.

                Ada perbedaan yang cukup mendasar antara asuransi konvensional dan asuransi Syariah. Pada asuransi konvesional, dana yang terkumpul menjadi milik perusahaan asuransi konvensional dimana pengoloaan dana menjadi hak dan tanggung jawab perusahaan. Pada asuransi Takaful, dana yang terkumpul merupakan milik seluruh peserta. Perusahaan asuransi Syariah hanyalah sebagai pengelolah dana titipan para nasabah yang nantinya akan di investasikan dalam berbagai jenis investasi yang sesuai Syariah. Pada asuransi Takaful ini terdapat pos rekening yang disebut tabarru’ (dana kebajikan) seluruh peserta. Rekening ini merupakan sebagai premin dari nasabah yang sejak awal sudah di iklaskan oleh peserta untuk keperluan tolong menolong-menolong jika terjadi musibah. Sedangkan dalam asuransi konvensional, untuk pembayaran klaim diambil dari rekening dana perusahaan asuransi konvensional.

                Menurt undng-undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang usaha perasuransian, perusahaan asuransi Jiwa dan kerugian tidak dapat di kelolah oleh satu perusahaan dan harus didirikan secara terpisah. Untuk itulah, asuransi Takaful memiliki dua anak perushaan yang masing-masing bergerak dibidang asuransi Jiwa dan kerugian. Secara operasional, keduanya memakai prinsip Syariah. Untuk menjaga agar kegiatan operasional dari kedua perusahaan ini tetap sesuai dan berasaskan pada prinsip Syariah, pihak manajemen menyadari bahwa mengetahuan sumber daya manusia (SDM) dalam prinsip-prinsip Syariah, khususnya untuk lembaga keuangan Syariah, perlu selalu ditingkatkan. Karena itulah, pelatiahan-pelatihan untuk SDM mereka selalu dilaksanakan secara rutin. Selain itu, manajemen juga sering mengirimkan SDM-nya kemalaysia untuk mempelajari konsep-konsep baru serta inovasi-inovasi produk yang cukup dinamis dan berkembang pesat disana.

Perum Pegadaian Syariah

Perkembangan dunia pengadaian Syariah di Indonesia juga mengalami pertumbuhan yang segnifikan. Jika perbankan Syariah mengalami pertumbuhan rata-rata 70% setiap tahunnya dan asuransi Syariah rata-rata 40%, pengadaian Syariah pertumbuhan rata-rata 30% setiap tahunnya.

                Dalam perkembangannya pengadaian Syariah adalah unit Syariah dari perum pengadaian, suatu lembaga keuangan milik pemerintah yang menjalankan usahanya dengan system gadai. Lembaga gadai ini pertama kali didirikan di Sukabumi, Jawa Barat, pada 1 April 1901. Nama perusahaannya adalah pengadaian, dengan Wolf von Westerode sebagai kepala pengadaian negeri pertama. Pada masa itu, Pengadaian didirikan untuk membantu masyarakat dari jeratan para lintah darat melalui pemberian uang pinjaman dengan hokum gadai. Nama pengdaian ini, lalu dijadikan sebagai merek dari lembaga keuangan ini.

                Pada 1901, pengadaian berubah status menjadi perusahaan Jawatan (perjan). Kemudian, pada 1928 perubah menjadi perusahaan dibawah IBW. Selanjutnya, pada 1960 berubah menjadi perusahaan Negara dan pada 1969 berubah menjadi perusahaan Jawatan (perjan) pada 1990 berubah status menjadi perusahaan umum (perum), ditandai dengan lahirnya PP 10/1990 tanggal 10 April sampai 1990 dan PP 103 tahun 2000. Saat ini, perum pengadaian merupakan salah satu badan usaha milik Negara (BUMN)  dalam lingkungan departemen keuangan RI.

                Dengan mengunakan nama pengadaian, perum pengadaian adalah satu-satunya perusahaan yang mengunakan sisitem gadai. Lembaga ini merupakan sarana pendanaan alternatif yang sudah ada sejak 100 tahun lalu dan sudah banyak di kenal masyarakat Indonesia, terutama di kota-kota kecil. Kegiatan usahanya terutama untuk menyalurkan uang pinjaman atas dasar hukum gadai serta menjalankan usaha lain seperti penyaluran uang pinjaman berdasarkan jaminan fidusia, layanan jasa titipan, sertifikasi uang logam dan adi, took emas, industri emas, dan usaha lainnya.

Lahirnya pengadaian Syariah sebenarnya berawal dari hadirnya Fatwa MUI tanggal 16 Desember 2003 mengenai bungga bank. Fatwa ini memperkuat terbitnya PP 10/1990 yang menerankan bahwa misi yang diemban oleh pengadaian adalah untuk mencegah praktik riba, dan misi ini tidak berubah hingga di terbitkannya PP 103/2000 yang dijadikan sebagai landasan kegiatan usaha perum pengadaian hingga sekarang. Secara operasional, konsep pengadaian Syariah mengacuh pada system administrasi modern yaitu asa rasionalitas, evisiensi, dan evektifitas yang diselaraskan dengan nilai-nilai islami dan berada dalam binaan difisi usaha lain perum pengadaian. Pengadaian Syariah ini didirikan pada 2003 di Jakarta dengan nama Unit layanan Gadai Syariah. Sampai akhir Desember 2004, pengadaian Syariah telah melakukan ekspansi sehingga mempunyai 27 cabang yang tersebar di seluruh Indonesia, yaitu di Medan, Padang, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surakarta, Surabaya, Makassar, Manado, dan Balikpapan.

                Nasabah pengadaian Syariah ini juga berasal berbagai kalangan, termasuk kalangan non-muslim. Namun memang, pada awalnya pengadaian Syariah ini ditargetkan untuk konsumen yang ingin bertransaksi yang sesuai dengan Syariah islam dan juga mementingkan rasionalitas dari pelayanan yang diberikan. Sebagai catatan, selain pengadaian Syariah, pemain dalam usaha ini adalah perbankan Syariah yang memberikan gadai Syariah, atau yang disebut rahn, sebagai alternative layanan mereka. Sampai saat ini, beberapa pemain perbankan Syariah yang menawarkan gadai syariah adalah bank Syariah Mandiri, Bank Muamalat Indonesia, Bank Danamon Syariah dan lain-lain. Namun dalam perjalanannya, pengadaian Syariah tidak terlalu berpengaruh oleh beroperasinya system ganda Syariah dari para pemain perbankan Syariah tersebut. Buktunya Unit Syariah perum pengadaian ini selama 2004 mengalami pertumbuhan yang segnifikan dari segi omzet. Kenaikan tersebut sebesar 123,84% dari Rp 19 miliar pada Desember 2003 (tahun pertama) menjadi Rp 179,68 miliar pada Desember 2004.

                Kenaikan omzet yang sangat segnifikan ini tidak hanya berasal dari kontribusi cabang Syariah hasil konversi saja, tetapi juga dari semua cabang Syariah yang di buka pada 2004. Hal yang menjadi kekuatan adalah karena merek yang digunakan tetap pengadaian Syariah, yang langsung mempunyai asosiasi langsung dengan sistem gadai Syariah. Selain itu, merekapun berusah untuk melakukan sosialisasi secara langsung kedaerah-daerah sesuai dengan target market-nya yang  berasal dari segmen masyarakat menengah kebawah. Dengan tagline yang sederhana, gampang dimengerti dan sekaligus sangat kuat, “mengatasi masalah tanpa masalah”, mereka berusaha mengomunikasikan bahwa dengan melakukan transaksi di pengadaian Syariah akan menghindarkan mereka dari segala masalah sehingga mendapatkan kebaikan dunia dan akhirat. Berbagai cara dilakukan untuk proses sosialisasi ini, seperti menyebar brosur, leaflet, poster, dan juga melakukan penyeluhan (terutama untuk melakukan sosialisasi kepara petani).

                Seperti lembaga keuangan  lainnya, perum pengadaian juga menyadari pentingnya teknologi informasi dalam kegiatan operasional mereka. Hal ini merupakan upaya mereka untuk selalu memberikan pelayanan yang lebih cepat, lebih praktis, dan juga lebih mudah di akses.

Batasa Capital

Perkembangan yang pesat dalam industry Syariah khsusnya perbankan dan asuransi, juga membawah dampak pada perkembangan instrument keuangan lainnya. Contohnya mengelolaan fund dan investasi yang berupa reksa dana syariah dan publikansi Syariah yang baru sejaka tahun 2000 ada di Indonesia. Pada akhir 2002 (November) muncul obligasi dari Indosat, dan sejak saat itulah obligasi-obligasi Syariah bermunculan dan menjadi sarana alternatif untuk berinvestasi. Saat ini (akhir 2005), ada 16 publikasi Syariah dengan total nilai sebesar Rp 2,009 triliun.

                Sedangkan untuk perkembangan preksadana, pada 2000 baru ada dua perusahaan yang mengeluarkan reksadana Syariah yaitu PNM dan dana reksa. Namun, sejak 2003, pertumbuhan reksadana Syariah sangat pesat pada 2005, pengelolah reksadana Syariah sudah mencapai lebih 5 perusahaan, yaitu PNM, dana reksa bakti aset management AAA PNI securities, Batasa (BTS) Capital dan lain-lain.

                BTS Capital sendiri berdiri pada 2001 sebagai berusahaan yang bergerak dibidang aset management untuk produk konvensional. Pada 2003 Batasa Capital mengeluarkan produk Fund managent yang lasung berupa Fund Syariah.

                Perkembangan produk-produk Syariah kemudian meningkat pesat. Pada 2005 dana kelolaan Capital sudah mencapai Rp 100 miliar, sebuah prestasi yang tentu sangat luar biasa karena dicapai hanya dalam kurung waktu sekitar 2 tahun. Hal ini antara lain karena pengaruh dari keluarnya fatwa majelis Ulama Indonesia (MUI) mengenai bungga bank yang haram sehingga membawa dampak positif  bagi perkembangan reksadana Syariah jaga. BTS Capital pun fokus pada manajement Syariah sehingga mempunyai nilai lebih dibandingkan dengan PNM yang mengunakan instrument campuran dengan saham dan juga dana reksa yang hanya bermain disaham.

                Untuk reksadana, perkembangan tekonologi informasi (TI) tidak terlalu berpengaruh karena sebenarnya penggunaan PI ini sama saja, baik pada produk konvensional maupun Syariah. Mungkin juga karena belum tersedianya perangkat lunak yang telah disesuaikan (customized) dengan reksadana Syariah indonesia saat ini, perusahaan-perusahaan perangkat lunak yang ada baru mengembangkan TI untuk dunia perbankan Syariah karena memang perhitungan dibank Syariah jauh berbeda dengan bank konvensional dan juga diwajibkan oleh bank Indonesia. Untuk reksadana, sementara ini ada pengelola yang menentukan accrued interest  di awal dengan adanya indikasi yang tentunya diterangkan terlebih dahulu kepada nasabah, tetapi akan dijustifikasi bigitu pendapat ril tercapai. Ada juga pengelolah yang belum menentukan accrued interest dan menunggu tercapainya pendapatan ril. Perbedaan ini wajar karena idustri reksadana Syariah relatif masih baru sehingga membutukan pembelajaran terlebih dahulu.

                Pada mid 2003 ketika reksadana Batasa Syariah diluncurkan, masyarakat tertarik untuk berinvestasi di produk Syariah karena adanya factor fatwa MUI, namun, lama-kelamaan, selain faktor fatwa MUI tadi, konsumen menjadi tertarik berinvestasi pada reksadana Syariah ini karena faktor return-nya yang cukup memikat. Hal ini terlihat dari profil konsumen BTS Capital saat ini, yang separuhnya adalah non-muslim. Mereka mengetahui bahwa instrument Syariah ini memberikan return lebih tinggih dibandingkan dengan instrument reksadana konvensional.

                Memang, saat ini return dari reksadana Syariah lebih tinggi dibandingkan reksadana konvensional. Sebagai perbandingan, return pendapatan tetap konvesional saat ini sebesar 10-11%, sedangkan Syariah bias mencapai 12-13% hal ini karena instrument Syariah memakai skema bagi hasil sehinggah dapat memberikan return yang lebih tinggi. Bahkan, pemegang obligasi indosat Syariah dapat meneriman return sampai 22% dengan sistem bagi hasil.

                Pengaruh lainnya adalah terjadinya redemption besar-besaran reksadana yang terjadi pada pertengahan 2005 karena diterapkannya sistem market-to-market. Rendeption ini tidak berperngaruh pada reksadana Syariah karena jika ingin mencairkan dana harus dengan cara menjual reksadana Syariah tersebut terlebih dahulu, dan benchmark reksadana Syariah bukanlah setifikat bungga Indonesia (SBI).

                Hal-hal tersebut membawah migrasi besar-besaran dari nasabah reksadana konvesional kereksadana Syariah. Selain returnnya lebih besar, resiko juga lebih kecil, berdasarkan keterangan dari Agus Syabarudin, kepala divisi pengembangan produk Bank Mandiri (BSM), setiap harinya ada migrasi dari reksadana konvensional ke Syariah sebesar Rp. 200-500 juta.

                Faktor lainnya yang dukung perkembangan reksadana Syariah adalah karena tidak adanya trader atau spekulan untuk obligasi Syariah. Sebagian besar nasabah memang memegang obligasi Syariah untuk berivestasi. Bank-bank Syariah sudah mengawasi dengan ketat investasi publigasi Syariah dan reksadana Syariah.

                Pemarannya sendiri menggunakan dua metode yaitu melalui selling agent dari bank-bank Syariah ataupun dari asuransi Syariah, dan melalui tenaga penjualan sendiri walaupun tidak terlalu besar. Selama ini, komunikasi dengan nasabah lasung ditangani oleh para agent yang tersebar di bank-bank Syariah, seperti para financial adfisor bank-bank tersebut. Sosialisainya dilakukan secara bersama, baik dengan agent-agent yang ada di bank maupun asuransi, dan juga dengan para pemain lainnya juga. Kerja sama dengan para pesaing (co-opetition) ini perlu dilakukan untk edukasi untuk konsumen karena pasar reksadana Syariah ini memang relatif masih baru.

Editor: Alber

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url
close